Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 maka
Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2001 Tentang Pedoman Umum Pengaturan
Mengenai Desa harus disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 8 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Walaupun terjadi pergantian
Undang-Undang namun prinsip dasar sebagai landasan pemikiran pengaturan
mengenai desa tetap yaitu;
a. Keanekaragaman,
yang memiliki makna bahwa istilah Desa dapat disesuaikan dengan asal usul dan
kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Hal ini berarti pola penyelenggaraan
pemerintahan serta pelaksanaan pembangunan di Desa harus menghormati sistem
nilai yang berlaku pada masyarakat setempat namun harus tetap mengindahkan
sistem nilai bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam kaitan ini
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Negara mengakui
dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat
dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia,
b. Partisipasi,
memiliki makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa harus
mampu mewujudkan paran aktif masyarakat agar masyarakat senantiasa memiliki dan
turut serta bertanggungjawab terhadap perkembangan kehidupan bersama sebagai
sesama warga desa.
c.
Otonomi
asli, memiliki makna bahwa kewenangan pemerintahan desa dalam mengatur dan
mengurus masyarakat setempat didasarkan pada hak asal usul dan nilai-nilai
sosial budaya yang terdapat pada masyarakat setempat namun harus diselenggarakan
dalam perspektif adiminstrasi pemerintahan negara yang selalu mengikuti
perkembangan jaman,
d. Demokratisasi,
memiliki makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan
di Desa harus mengakomodasi aspirasi masyarakat yang diartikulasi dan diagregasi
melalui BPD dan Lembaga Kemasyarakatan sebagai mitra Pemerintah Desa,
e.
Pemberdayaan
masyarakat, memiliki makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan
pembangunan di Desa ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan
masyarakat melalui penetapan kebijakan, program dan kegiatan yang sesuai dengan
esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat.
Dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa Desa atau yang disebut dengan nama lain
selanjutnya disebut Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan
dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maka
dapat dirumuskan sebagai berikut:
- Kesatuan masyarakat hukum;
- Memiliki batas-batas wilayah;
- Berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat;
- Diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Selanjutnya Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah mengakui adanya otonomi yang dimiliki oleh desa dan
kepada desa dapat diberikan penugasan ataupun pendelegasian dari pemerintah
ataupun pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu. Sedang
terhadap desa diluar desa gineologis yaitu desa yang bersifat administratif
seperti desa yang dibentuk karena pemekaran desa atau karena transmigrasi
ataupun karena alasan lain yang warganya pluralistis, majemuk ataupun
heterogen, maka otonomi desa yang merupakan hak, wewenang, dan kewajiban untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
berdasarkan hak asal usul dan nilai-nilai sosial budaya yang ada pada
masyarakat setempat diberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang mengikuti
perkembangan desa itu sendiri. Dengan demikian urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan Desa mencakup urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak
asal-usul Desa, urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota yang
diserahkan pengaturannya kepada Desa, tugas pembantuan dari Pemerintah dan
Pemerintah Daerah, urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan
perundang-undangan yang diserahkan kepada Desa.
Dalam rangka
melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa dan untuk
peningkatan pelayanan serta pemberdayaan masyarakat, desa mempunyai sumber
pendapatan yang terdiri dari :
PENDAPATAN Rp 317.275.500,00
1. Pendapatan
Asli Desa Rp 54.560.000,00
a. Hasil Pengelolaan Kekayaan Desa Rp. 17.990.000,00 Rp -
b. Hasil Swadaya dan Partisipasi Rp. 14.070.000,00 Rp -
c.
Hasil Gotong Royong Rp. 22.500.000,00 Rp -
2. Bagi
Hasil Pajak Kabupaten Rp 9.429.000,00
a. Upah
Pungut Pajak Bumi Bangunan Rp. 9.429.000,00 Rp -
3. Bagi
Hasil Retribusi Rp -
4. Bagian
Perimbangan Pemerintah Rp 177.386.500,00
Pusat dan Daerah
a. Alokasi
Dana Desa (ADD) Rp. 177.389.881,00 Rp -
5. Bantuan Keuangan Pemerintah Rp 75.900.000,00
Provinsi, Kabupaten/ Kota,
dan Desa
Lainnya
a.
Dana Tambahan Penghasilan
tetap Rp. 75.900.000,00 Rp -
Kepala
Desa dan Perangkat Desa
6.
Bantuan Keuangan Desa Lainnya Rp -
7.
Hibah Rp -
8.
Sumbangan dari Pihak Ketiga yang Rp -
Tidak Mengikat
BELANJA Rp 317.275.500,00
1. Belanja
Langsung Rp 170.889.000,00
a.
Belanja Pegawai / Honorarium Rp 46.057.000,00
b.
Belanja Barang / Jasa Rp 25.750.000,00
c.
Belanja Modal Rp 99.343.000,00
2.
Belanja tidak langsung Rp 146.386.500,00
a.
Belanja Pegawai/Penghasilan Tetap Rp 75.900.000,00
b.
Belanja Hibah Rp 31.898.000,00
c.
Belanja Bantuan Sosial Rp 35.027.000,00
d.
Belanja Bantuan Keuangan Rp -
e.
Penunjang Kegiatan Sosial dan Rp 3.561.500,00
1.
Pemerintahan
Desa
Pemerintahan Desa adalah
penyelenggaraan pemerintahan oleh Pemerintah
Desa dan BPD.
a.
KEPALA DESA
Kepala desa dipilih langsung
oleh dan dari penduduk desa warga negara Republik Indonesia yang memenuhi
persyaratan dengan masa jabatan 6 (enam) tahun dan dapat dipilih kembali hanya
untuk 1 (satu) kalii masa jabatan berikutnya. Pemilihan Kepala Desa dalam
kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup
dan diakui keberadaannya berlaku ketentuan hukum adat setempat, yang diterapkan
dalam Peraturan Daerah dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Kepala Desa
pada dasarnya bertanggungjawab kepada rakyat desa yang prosedur
pertanggungjawabannya disampaikan kepada Bupati/Walikota melalui Camat. Kepada
BPD, Kepala Desa wajib memberikan keterangan laporan pertanggungjawaban dan
kepada rakyat menyampaikan informasi pokok-pokok pertanggungjawaban nya, namun
tetap memberikan peluang kepada masyarakat melalui BPD untuk menanyakan
dan/atau meminta keterangan lebih lanjut hal-hal yang bertalian dengan
pertanggungjawaban dimaksud.
b.
BADAN PERMUSYAWARATAN
DESA.
Badan Permusyawaratan Desa,
berfungsii menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala
Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat dan disamping itu BPD
mempunyai fungsi mengawasi pelaksanaan peraturan desa dalam rangka pemantapan
pelaksanaan kinerja pemerintah desa. Keanggotaan BPD terdiri dari wakil
penduduk desa bersangkutan yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat.
Yang dimaksud dengan wakil masyarakat dalam hal ini seperti ketua rukun warga,
pemangku adat dan tokoh masyarakat. Masa jabatan BPD 6 (enam) tahun dan dapat dipilih kembali untuk
1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
c.
Lembaga Kemasyarakatan
Di Desa
Di Desa dapat dibentuk
Lembaga Kemasyarakatan seperti rukun tetangga, rukun warga, PKK, karang taruna
dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD). Lembaga kemasyarakatan bertugas membantu pemerintah
desa dan merupakan mitra dalam memberdayakan masyarakat. Lembaga masyarakat di
desa berfungsi sebagai wadah partisipasi dalam pengelolaan pembangunan agar
terwujud demokratisasi dan transparansi pembangunan pada tingkat masyarakat
serta untuk mendorong, memotivasi, menciptakan akses agar masyarakat lebih
berperan aktif dalam kegiatan pembangunan.
0 comments:
Post a Comment